Kamis, 17 Februari 2011

SANG PEMOTONG RUMPUT

Terik panas matahari mulai terasa.  Saatnya harus shalat dhuha.  Shalat minta rezeki.  Karena hanya kepada Allah swt mencurahkan segala harapan dan kebutuhan hidup. Meminta dengan sepenuh hati dan keyakinan akan datangnya rezeki yang dijanjikan.  Bukankah rezeki itu ditanganNya.  Sangat benarlah bahwa berdasarkan sunnatullah bila tak ada ikhtiar berupa doa dan usaha maka rezeki itu akan tetap ditanganNya.  Agar rezeki itu hadir maka saya harus bersegera shalat dhuha
Namun sebelum menuju kamar mandi.  Aku menemani isteri membaca catatan harian yang mulai rajin kutulis setiap pagi hari.  Belum usai tulisan itu dibaca.  Dinda, demikianlah isteriku kupanggil mengatakan sepertinya ada suara seorang bapak di depan rumah.  Coba ditengok dulu
Dan memang cukup jelas terdengar dari ruang depan suara seorang bapak.  Bergegas aku mengampirinya.  Nampak seorang bapak paruh baya beranselkan mesin pemotong rumput.  Ia berdiri tegak dengan senyum manis karena sebagian giginya telah pergi meninggalkannya.  Ia menyampaikan maksudnya.  Ia akan memotong rumput di halaman rumah dan depan tempat kost yang mulai nampak meninggi
Ia beralibi bila tidak dipotong maka kepala lingkungan akan menegur kami tuan rumah.  Dengan agak bercanda kukatakan kepadanya bahwa kepala lingkungan di sini tak berani menegur kami sebagaimana masyarakat pada umumnya.  Karena saya selalu tersenyum kepadanya.  Sebelum ia menegur biasanya saya sudah menyapanya terlebih dahulu
Sejenak kulempar pandanganku ke halaman rumah.  Nampak di halaman rumah nampak rumputnya masih pendek.  Namun ketika kuarahkan pandanganku ke tempat kost ada sedikit rumput alang-alang  yang sudah tinggi.  Saya arahkan kepadanya agar potong saja rumput yang sudah meninggi itu.  Saya yakin sepagi ini ia belum mendapatkan order.  Karena belum ada tanda-tanda di raut wajah dan badannya. 
Dengan bergegas ia menurunkan mesin pemotong rumput dari balik punggungnya.  Ia menghidupkan mesin dan menghampiri rumput tersebut.  Mulailah ia memangkas rumput.  Ia bekerja cukup profesional.  Mungkin karena pekerjaannya sehari-hari adalah memangkas rumput sehingga nampak mumpuni.  Cukup telaten ia bekerja
Saya bergegas menuju kamar mandi.  Karena waktu sudah mau menunjukkan pukul 09.30 pagi.  Aku raih handuk yang dibelikan isteri belum lama ini.  Setelah mandi aku bersalin pakaian.  Setelah memakai baju aku ke halaman karena khawatir sang pemotong rumput yang sayang seribu sayang tak sempat aku tanya siapa namanya hampir selesai merampungkan pekerjaannya.
Tiba-tiba ada tetangga, pedagang di pusat kota, yang dulu tempat jualannya digusur oleh pemerintah datang menghampiri.  Ia menanyakan informasi yang berkembang bahwa pemerintah memberikan ruang bagi pedagang di belakang jumbo swalayan.  Saya sendiri belum mendengar informasi itu.  Saya katakan kepadanya nanti saya cari informasi di kantor DPRD Kota Manado.  Ia berharap informasi itu bisa membantunya untuk mendapatkan tempat berjualan
Ia pamit kembali ke rumahnya.  Sang pemotong rumput sudah selesai melaksanakan pekerjaannya.  Ia bertanya apakah kipas angin yang terletak di samping dapur bisa dia ambil.  Aku katakan kepadanya silahkan.  Cuman sayangnya saya tidak sempat memberitahunya bahwa kipas angin itu telah rusah.  Sambil aku memberikan upah kerja ia bergegas mengambil kipas angin tersebut.
Kemudian aku bergegas menuju kamar.  Aku letakkan sajadah.  Ketika isteriku meninabobokan si kecil, putri ketiga kami, raisah shalihah putri syarif, aku melaksanakan shalat dhuha.  Setelah selesai aku berdoa agar rencana empat property yang sedang kami garap dapat kami dapatkan.  Kemudian kusampaikan ke isteriku agar setelah si kecil tertidur segera bersiap shalat dhuha.  Dan alhamdulillah semua itu ia jalankan

Tulisan ini adalah catatan harian saya.  Ini sifatnya sangat pribadi.  Semoga ada hikmahnya...

0 komentar:

Posting Komentar

Slider Code Enter Here

Teman